Menakar Perlindungan Hak Disabilitas Di Ruang Publik
“We have always held to the hope, the belief, the conviction that there is a better life, a better world, beyond the horizon” (Franklin D Roosevelt-32th President of USA)
Syifa Fauziah
UNPAK - Demokrasi adalah ruang, paradigma, konsep soal kebebasan yang berakar dari daulat rakyat. Abraham Lincoln, pada Pidato Gettysburg (Gettysburg-Pennsylvania 19 November 1863) yang sangat fenomenal mengatakan, demokrasi merupakan sebuah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dengan begitu, jantung yang berdenyut di sistem demokrasi adalah apa yang dikehendaki rakyat. Bila ada warga masyarakat yang terdiskriminasi, misalnya, maka, itu sudah dapat dipastikan bertentangan dengan demokrasi.
Faktanya, bukan hal mudah mengelola demokrasi. Sebab, demokrasi menyangkut bagaimana menyikapi kemajemukan, perbedaan dan kondisi satu sama lain yang berbeda. Seperti, ada warga yang berstatus sosial berkekayaan lebih.
Ada pula yang tidak. Demikian, tidak sedikit, sebagian warga yang menyandang disabilitas. Semua adalah warga setara. Wajib diperlakukan setara pula oleh negara. Sebab, karena itulah negara ada.
Nasib Penyandang Disabilitas Penyandang disabilitas bukan monster. Bukan sosok yang ingin dibelaskasihi. Penyandang disabilitas warga biasa yang memiliki keterbatasan.
Secara semantik, disabilitas (disability) dimaknai sebagai suatu ketidakmampuan/keterbatasan untuk melakukan sesuatu karena keterbatasan diri yang dimiliki. Di sisi lain, ada pula yang menggunakan istilah difabel untuk menyebut disabilitas.
... Full artikel menarik ini, bisa anda dapatkan di kolom unduh.
Penulis: Syifa Fauziah Mahasiswa S2 Hukum Universitas Pakuan Pemikir dan Aktivitis Demokrasi