Bertarung melawan COVID-19 tentunya bukan hal yang mudah sekaligus menjadi pelajaran penting bagi Sita Tyasutami. Tak hanya soal fisik yang diserang virus, namun kondisi psikis juga turut mempengaruhi keadaan yang harus dilaluinya. Terlebih ketika semua mata tertuju padanya setelah ia menyandang status Pasien 01 kasus COVID-19 di Indonesia.
Sita Tyasutami merupakan pasien kasus pertama COVID-19 di Indonesia yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo bersama Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto di Istana Negara pada 2 Maret 2020. Setelah informasi itu disampaikan secara resmi, media massa secara cepat menggandakan kabar tersebut.
Dalam kisah yang disampaikan di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, ia mengaku banyak teror dari media massa maupun orang-orang tak dikenalnya melalui jejaring sosial media dan aplikasi chat yang ia miliki. Mereka berlomba menggali lebih jauh tentang apa, kapan dan bagaimana Sita tertular virus SARS-CoV-2 yang konon disebut berasal dari daratan Tiongkok.
Beban pikiran hingga stres semakin menjadi-jadi ketika kasusnya mulai banyak disebut di televisi, koran maupun media daring lainnya. Tentunya itu yang membuat diri dan mentalnya semakin ciut.
Usaha penyembuhan yang sudah dilakukan Sita seakan sia-sia, energi sirna, dirinya kembali drop. Hingga akhirnya dia putuskan untuk tidak melihat televisi, tidak bersosial media dan membatasi diri dengan alat perangkat komunikasi lainnya.
Sita mengenang. Dia yang awalnya hampir menang melawan COVID-19, mendadak drop karena batinnya tertekan dan merasa depresi. Namun pada suatu ketika Sita mulai menyadari bahwa menghadapi COVID-19 dan status Pasien 01 adalah soal dua pilihan, yakni mau berfikir negatif atau positif.
“Kita memiliki dua pilihan. Kita bisa mengambil dan melihat semuanya secara negatif atau melihat semua secara positif,” jelas Sita, Sabtu (9/5).
Sita mengakui bahwa pikiran menjadi faktor terbesar dalam upaya penyembuhan dan pemulihannya dari COVID-19. Pikiran yang stres dan depresi dapat melemahkan imunitas yang berdampak pada kerentanan tubuh. Sebaliknya, dengan berpikiran positif, maka tubuh seakan merespon bentuk baik itu sehingga COVID-19 dapat ditaklukan.
“Karana itu kan menurunkan imune system, ya. Jadi, memang akhirnya gejala-gejala yang sudah hilang, kembali lagi,” terang Sita.
Setelah menyadari, maka Sita menggunakan waktu sebaik mungkin ketika melakukan isolasi mandiri dengan kegiatan yang disukai dan menjadi rutinitas sehari-hari.
“Di saat saya bisa (berpikiran) positif dan saya mulai semangat untuk sembuh, saya di dalam isolasi saya melakukan yoga, olahraga sedikit-sedikit, saya menari, saya nyanyi, semua saya lakukan aktif,” jelas Sita.
Dalam kondisinya yang sedang berjuang itu, ia juga mendapat dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat. Banyak yang akhirnya membujuk Sita untuk membuat sebuah kampanye positif kepada orang-orang agar tidak panik dan dapat melakukan upaya pencegahan COVID-19.
Bagi Sita bentuk support itu menjadi penting. Dia tidak bisa terus menerus mengurung diri dan membiarkan stres menguasai dirinya. Lantas, atas saran dari keluarga yang diterima Sita justru berdampak sangat baik. Berangsur-angsur ia mulai bangkit dan menegakkan pemulihan kesehatan.
"Tapi emang kemudian saya bisa ambil positifnya, karena memang dari dukungan keluarga yang bilang, OK, Sita ini sudah terlanjur semua orang tahu kita gunakan ini positive campaign, untuk mengurangi kepanikan di masyarakat. Baru, akhirnya saya bisa mengaktifkan kembali social media saya dan saya ubah mindset saya untuk melakukan hal yang positif terus, gitu bagi keluarga, maupun ya bangsa Indonesia,” ungkap Sita.
Segala upaya dilakukan Sita demi menang melawan virus yang dia dapatkan dari kasus impor atau imported case. Dengan selalu berpikiran positif dan semangat yang tinggi serta dukungan dari orang-orang terdekat, akhirnya Sita mampu menaklukan virus yang menginfeksi tubuhnya.
Bagi Sita, terinfeksi virus corona jenis baru itu tentunya bukan harapan bagi dirinya dan setiap orang. Terpapar COVID-19 juga bukanlah sebuah aib. Semua itu bukan pilihan bagi semua orang. Namun yang perlu dipahami adalah virus SARS-CoV-2 ini tidak memandang siapapun. Setiap orang berpotensi tertular.
Oleh sebab itu, Sita berharap agar semua orang dapat bergotong royong untuk memutus rantai penularan COVID-19 dengan tetap di rumah saja dan menjalankan anjuran pemerintah, menerapkan protokol kesehatan dan selalu berpikiran positif.
“Ini saatnya kita kembali gotong royong dari rumah masing-masing untuk sama-sama memutus rantai penyebaran virus COVID-19,” pungkasnya.
Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional