Usaha Rasulullah Menyeru Kabilah-Kabilah untuk Beriman kepada Allah
KHAZANAH ISLAM - Kala musim haji tiba, Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam menawarkan jasa kepada kabilah-kabilah Arab, sekaligus mengajak mereka kepada agama Allah, meyakinkan mereka bahwa beliau adalah Nabi yang diutus.
Ketika itu, Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam berdiri di salah satu rumah kabilah Arab. Beliau bersabda, “Hai Bani Fulan, sesungguhnya aku diutus oleh Allah kepada kalian. Dia memerintahkan kalian untuk beribadah kepada-Nya, tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, kalian harus meninggalkan tandingan-tandingan yang kalian sembah selain Allah, hendaklah kalian beriman kepadaku, membenarkanku dan melindungiku hingga dakwahku terangkat ke seluruh penjuru.”
Usai Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam berbicara dan menyerukan dakwah beliau, orang tersebut berkata, “Wahai Bani Fulan, sesungguhnya laki-laki ini mengajak kalian untuk meninggalkan Tuhan AlLata dan Al-Uzza dari leher kalian dan dari sekutu-sekutu kalian dari jin Bani Malik bin Aqiqisy kepada bid’ah dan kesesatan yang dibawanya. Janganlah kalian taat kepadanya jangan pula kalian tertipu dengan ucapannya.”
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam kemudian datang ke pemukiman mereka di Kindah. Mereka mempunyai pemimpin yang bernama Mulaih. Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam menyeru Mulaih kepada agama Allah ‘Azza wa Jalla dan menawarkan dirinya bergabung dengan mereka, namun mereka merespon negatif ajakan beliau.
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam mendatangi salah satu pemukiman kabilah Bani Kalb, yang bernama kabilah Abdullah. Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam menyeru mereka kepada agama Allah dan menawarkan diri beliau kepada mereka.
Beliau bersabda kepada mereka, “Hai Bani Fulan, sesungguhnya Allah telah memberi nama yang baik untuk para leluhur kalian.” Sayangnya mereka tidak menerima tawaran beliau.
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam juga mendatangi Bani Hanifah di pemukiman mereka. Beliau menyeru mereka kepada agama Allah dan menawarkan diri bergabung dengan mereka, namun tidak ada orang Arab yang responnya lebih buruk daripada respon mereka.
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam pun mendatangi Bani Amir bin Sha’sha’ah untuk menyeru mereka kepada agama Allah ‘Azza wa Jalla dan menawarkan dirinya bergabung dengan mereka. Salah seorang dari mereka yang bernama Biharah bin Firas, Firas adalah anak Abdullah bin Salamah bin Qusyair bin Ka’ab bin Rabi’ah bin Amir bin Sha’sha’ah, ia berkata, “Demi Allah, andaikata aku menerima pemuda ini oleh orang-orang Quraisy. Aku pasti dihabisi orang-orang Arab.”
Biharah bin Firas berkata kepada Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam, “Bagaimana menurutmu jika kami berjanji setia padamu untuk mengikuti agamamu, kemudian Allah menaklukkan orang-orang yang menentangmu, apakah setelah itu urusan ini menjadi milik kami?”
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Semua urusan itu milik Allah. Terserah Dia mau berbuat apa!”
Biharah bin Firas berkata kepada Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam, “Apakah engkau menginginkan leher-leher kami disembelih orang-orang Arab hanya karena membelamu, kemudian jika Allah memenangkanmu, maka urusan ini menjadi milik orang lain selain kami? Kami tidak butuh urusanmu.” Mereka menolak tawaran Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam.
Setelah para jama’ah haji menyelesaikan ibadah haji mereka lalu pulang ke negerinya masing-masing, termasuk Bani Amir. Mereka pulang menemui sesepuh mereka yang telah lansia dan tidak bisa ikut haji bersama mereka. Apabila mereka pulang dari haji mereka bercerita kepadanya tentang semua peristiwa yang terjadi di musim haji.
Tatkala mereka tiba dari melaksanakan ibadah haji pada tahun ini dan bertemu kembali dengan orang tua tersebut, orang tua tersebut bertanya kepada mereka tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada musim haji tahun ini. Mereka menjawab, “Ada anak pemuda Quraisy dari Bani Abdul Muthalib datang kepada kami. Ia mengaku sebagai nabi ia memohon agar kami melindunginya, berpihak kepadanya dan membawanya ke negeri kita.”
Orang tua tersebut meletakkan kedua tangannya di atas kepalanya, kemudian berkata, “Hai Bani Amir, apakah dia masih ada disana? Kalian telah menyia-nyiakan apa yang datang pada kalian! Demi Tuhan, sesungguhnya anak keturunan Ismail itu tidak pernah sekalipun berdusta dalam perkataannya. Perkaataannya selalu benar. Dimana kecerdasan kalian yang selama ini kalian miliki?”
Suatu hari, Suwaid bin Shamit, saudara Bani Amr bin Auf mendatangi Makkah untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah. Suwaid di tengah kaumnya dipanggil dengan Al-Kamil, karena kegigihannya, puisi-puisinya dan nasabnya.”
Tatkala Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam mendengar kedatangan Suwaid bin Shamit, beliau menemuinya dan menyerunya kepada agama Allah, Islam.
Suwaid bin Shamit berkata kepada Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam, “Apakah yang engkau bawa itu memiliki kesamaan dengan apa yang aku bawa?”
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Suwaid bin Shamit, “Memangnya apa yang engkau bawa?”
Suwaid bin Shamit berkata, “Lembaran Hikmah Luqman.”
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Suwaid bin Shamit, “Sudikah kau perlihatkan lembaran itu kepadaku!”
Suwaid bin Shamit memperlihatkan Lembaran Hikmah Luqman kepada Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam, kemudian beliau bersabda, “Ini ucapan yang indah, namun apa yang aku miliki jauh lebih indah. Ia adalah Al-Qur’an yang diturunkan Allah Ta’ala kepadaku. Al- Qur’an adalah petunjuk dan nur.”
Kemudian Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam membacakan Al-Qur’an kepada Suwaid bin Shamit dan mengajaknya kepada Islam. Suwaid bin Shamit tidak membantah Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam.
Suwaid bin Shamit berkata, “Sesungguhnya ini ucapan yang paling indah.”
Setelah itu, Suwaid bin Shamit pamit kepada Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam dan kembali ke Madinah untuk bertemu dengan kaumnya. Tak berapa lama kemudian, Suwaid bin Shamit dihabisi orang-orang Al- Khazraj.
Orang-orang dari kaumnya berkata, “Sesungguhnya ia dibunuh dalam keadaan Muslim.”
Pembunuhan ini terjadi sebelum Perang Bu’ats.
Referensi: Sirah Nabawiyah perjalanan lengkap Kehidupan Rasulullah/ Asy Syaikh Al Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albani/ Akbar Media
Hadits of The Day
Aisyah radliallahu 'anha berkata,
"Janganlah kamu meninggalkan shalat malam (qiyamul lail), karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah meninggalkannya, bahkan apabila beliau sedang sakit atau kepayahan, beliau shalat dengan duduk."