Asal Usul Penamaan Bulan Ramadhan dan Artinya Ramadhan
KHAZANAH ISLAM — Umat muslim perlu mengetahui asal usul penamaan bulan Ramadhan dan artinya. Untuk diketahui, Ramadhan adalah bulan ke-9 dalam kalender Hijriyah.
Ramadhan dijuluki Sayyidusy-Syuhur (penghulu semua bulan) sebagaimana diterangkan dalam Hadis berikut:
Artinya: "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, penghulu segala bulan. Maka selamat datanglah kepadanya. Telah datang bulan shaum membawa segala rupa keberkahan. Maka alangkah mulianya tamu yang datang itu." (HR Ath-Thabrani)
Apa sebenarnya arti Ramadhan?
Menurut Dai yang juga pengajar Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Zarkasih, Ramadhan berasal dari kata Romadh (رمض) yang artinya ialah panas menyengat atau membakar. Dinamakan seperti itu karena memang matahari pada bulan ini jauh lebih menyengat dibanding bulan-bulan lain. Panas yang dihasilkannya lebih tinggi dibanding yang lain.
Sementara Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan: "Dinamakan bulan Ramadhan karena ia mengugurkan (membakar) dosa-dosa dengan amal saleh."
Mengenai asal usul penamaan Ramadhan bermula dari penggunaan kalender Hijriyah pada Tahun 412 Masehi.
Ketika itu terjadi konvensi petinggi lintas suku dan kabilah bangsa Arab di Makkah pada masa Kilab bin Murrah (kakek Nabi Muhammad SAW ke-6). Mereka berkumpul untuk menentukan nama-nama bulan agar terjadi kesamaan, sehingga memudahkan mereka dalam urusan perdagangan.
Dari perkumpulan itu, muncullah 12 nama bulan yaitu: (1) Muharram (2) Shafar (3) Rabi'al-Awwal (4) Rabi'al-Tsani (5) Jumadal Ula (6) Jumadal Tsaniyah (7) Rajab (8) Sya'ban (9) Ramadhan (10) Syawwal (11) Dzulqa'dah (12) Dzulhijjah.
Kala itu penomoran bulan belum ada karena orang-orang Arab terdahulu tidak tahu bulan apa yang pertama. Munculnya penomoran bulan Hijriyah setelah adanya kebijakan Khalifah Umar bin Khaththab yang mengeluarkan perintah untuk membuat kalender Islam.
Akhirnya bulan Muharram ditetapkan sebagai bulan pertama kalender Islam yang kita kenal dengan kalender Hijriyah.
Bulan Membakar Dosa-dosa
Ramadhan identik dengan musim panas yang sangat menyengat. Sejak pagi hingga petang.b atu-batu gunung dan pasir gurun terpanggang oleh sengatan matahari musim panas yang waktu siangnya lebih panjang daripada malamnya.
Malamnya, panas di bebatuan dan pasir sedikit reda, tapi sebelum dingin betul sudah berjumpa dengan pagi hari. Demikian terjadi berulang-ulang, sehingga setelah beberapa pekan terjadi akumulasi panas yang menghanguskan. Hari-hari itu disebut bulan Ramadhan, bulan dengan panas yang menghanguskan.
Dalam buku "Essentials of Ramadan, The Fasting Month" karya Tajuddin Shuaib disebutkan, setelah umat Islam mengembangkan kalender berbasis bulan (Qamariyah), rata-rata 11 hari lebih pendek dari kalender berbasis matahari (kalender Masehi). Bulan Ramadhan tak lagi selalu bertepatan dengan musim panas.
Orang lebih memahami panasnya Ramadhan secara metaforik (kiasan). Karena pada hari-hari Ramadhan orang berpuasa, tenggorokan terasa panas karena kehausan. Atau diharapkan dengan ibadah-ibadah di bulan Ramadhan maka dosa-dosa terdahulu hangus terbakar dan setelah Ramadhan mendapat ampunan.
Dari akar kata "Romadh", Ramadhan digunakan untuk mengindikasikan adanya sensasi panas saat seseorang kehausan.
Pendapat lain mengatakan bahwa kata Ramadhan digunakan karena pada bulan itu dosa-dosa dihapus oleh perbuatan baik sebagaimana matahari membakar tanah.
Pada bulan Ramadhan, umat Islam akan menata ulang dan memperbaharui kekuatan fisik, spiritual dan tingkah lakunya, sebagaimana panas merepresentasikan sesuatu yang dapat mencairkan materi. Kabar gembira tentang keutamaan Ramadhan juga disampaikan Rasulullah SAW dalam satu sabda beliau:
Artinya: "Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni". (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Para malaikat malam dan para malaikat siang saling bergantian mendatangi kalian. Mereka berkumpul saat shalat Subuh dan Ashar. Kemudian naiklah para malaikat malam (yang mendatangi kalian).
Lalu, Allah bertanya kepada mereka (dan Dia lebih mengetahui semua urusan mereka): "Bagaimana keadaan hamba-hamba-Ku ketika kalian meninggalkannya?"
Mereka (malaikat) menjawab: "Kami meninggalkan mereka sedang shalat dan ketika kami mendatangi mereka, mereka juga sedang shalat."