Ilmuwan Ungkap Mengapa Virus Corona Sebabkan Hilangnya Penciuman dan Rasa
Ilustrasi indra penciuman(Shutterstock)
KOMPAS.com – Salah satu gejala aneh infeksi virus corona adalah pasien merasa kehilangan indera penciuman dan rasa. Penelitian baru telah mengungkapkan mengapa hal ini terjadi pada mereka yang terinfeksi Covid-19.
Melansir South China Morning Post (SCMP), Kamis (30/7/2020, hilangnya rasa dan bau telah terbukti menjadi gejala paling khas dari penyakit yang menginfeksi lebih dari 17 juta orang di seluruh dunia.
Sedikitnya, seperempat hingga setengah dari pasien melaporkan gangguan indera pengecap (ageusia) dan gangguan penciuman (anosmia).Setidaknya, gejala ini 20 kali lebih mungkin untuk memprediksi tes positif daripada tanda-tanda seperti demam dan batuk.
Gejala-gejala ini tercatat sejak awal pandemi, hingga akhir Maret. Bahkan, gejala ini telah ditambahkan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat pada April lalu, sebagai gejala Covid-19.
Lantas, bagaimana virus ini membuat indera penciuman dan pengecap terganggu?
Ilustrasi pasien Covid-19, angka kasus Covid-19 Amerika Serikat.(SHUTTERSTOCK)
Ilmuwan menjelaskan virus corona diketahui menempel pada sel melalui enzim ACE2, yang dikenal sebagai titik masuk ke tubuh manusia. Selanjutnya membuat sel yang mengandung enzim ini menjadi sangat rentan terinfeksi.
Sampai saat ini diperkirakan virus tersebut secara langsung menyerang neuron sensorik penciuman.
Akan tetapi, sebuah studi baru telah menemukan bahwa ACE2 ditemukan dalam sel yang menyediakan dukungan metabolik dan struktural untuk neuron sensorik penciuman dan beberapa sel batang serta pembuluh darah.
Penelitian tersebut dilakukan para peneliti di Harvard University dan hasilnya telah dipublikasikan pada 24 Juli lalu di jurnal Science Advances.
"Temuan kami menunjukkan bahwa virus corona baru ini mengubah indera penciuman pada pasien bukan dengan menginfeksi neuron secara langsung, tetapi dengan memengaruhi fungsi sel pendukung," kata penulis studi, Sandeep Robert Datta, profesor neurobiologi di Institut Blavatnik di Harvard.
Peneliti mengatakan neuron sensorik penciuman tidak memiliki mekanisme genetik untuk menyandikan protein reseptor ACE2, jadi tidak ada yang bisa diambil oleh virus.
Artinya, kata Datta, infeksi virus corona kemungkinan besar tidak akan merusak indera penciuman secara permanen.
"Saya kira ini kabar baik, sebab begitu infeksi hilang, neuron penciuman tampaknya tidak perlu dibangun kembali dari awal," jelas dia.
Anosmia tampaknya seperti fenomena yang aneh, tetapi bisa sangat menghancurkan bagi sebagian orang, sebab dapat memberi konsekuensi psikologis yang serius.
Bahkan, dapat menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama jika populasi orang dengan kehilangan indera penciuman secara permanen ini bertambah.
Kendati demikian, Datta mengingatkan perlunya tinjauan tindak lanjut terhadap jurnal ini. Sebab, ini merupakan temuan yang masih dianggap awal.
"Kami membutuhkan lebih banyak data dan pemahaman lebih baik tentang mekanisme yang mendasari untuk mengkonfirmasi kesimpulan (infeksi virus corona pada indera penciuman) ini," jelas Datta.