Pandemi global Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia adalah persoalan berat yang dihadapi umat manusia. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 267 juta jiwa tentu memiliki spektrum permasalahan yang cukup kompleks. Mulai dari sebaran penduduk di wilayah kepulauan, sampai belum meratanya kualitas pelayanan kesehatan.
Termasuk dalam hal kemampuan memeriksa dan mendiagnosa penderita Covid-19. Salah satu simpul terpenting untuk mengurai kompleksitas permasalahan terkait pandemi yang dihadapi adalah dengan mengedepankan solusi berbasis inovasi dan teknologi.
Menyikapi kondisi tersebut, Kepala BPPT merespon dengan membentuk sebuah tim _task force_ yang dinamai TFRIC-19 (Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk Covid-19) yang bertugas menginisiasi pengembangan solusi multi dimensi dengan dukungan peneliti dan perekayasa lintas disiplin, bahkan lintas institusi.
Dimana misi utama TFRIC-19 adalah mengembangkan sebuah model solutif untuk mengatasi pandemi dengan mengedepankan konsep _ekosistem_ yang selain dapat mengakomodir kebutuhan berbagai teknologi dalam pengelolaan pandemi, juga sekaligus dapat mengkanalisasi berbagai potensi para peneliti dan perekayasa Indonesia dalam satu _platform_ bersama.
Test kit RT-PCR adalah salah satu produk yang telah dihasilkan, sebagai suatu karya nyata yang dapat segera langsung dipergunakan dalam mendeteksi dan mengelola penyebaran Covid-19 di Indonesia. Terungkap dalam kunjungan Kepala BPPT ke PT. Biofarma selaku manufaktur test kit RT-PCR Bio CoV-19, bahwa produk ini adalah salah satu contoh kongkret adanya suatu sinergi yang luar biasa antara perusahaan rintisan teknologi hayati, Nusantics, dengan Biofarma yang difasilitasi oleh BPPT melalui TFRIC-19.
Bercermin pada keberhasilan proses produksi test kit Bio CoV-19, Kepala BPPT meyakini bahwa proses hilirisasi teknologi nasional hingga dapat dikembangkan dalam skala produksi adalah sebuah keniscayaan. "PCR kit ini awalnya merupakan hasil pengembangan perusahaan _start-up_ Nusantics, yang kemudian bersama TFRIC-19 alat ini terus dikembangkan hingga kepada hilirisasi dan _scale-up production_ PCR kit oleh PT. Biofarma yang telah mencapai produksi 140.000 test kit.
Ini merupakan sinergi kelembagaan dalam membangun inovasi yang telah dapat menghasilkan test kit PCR buatan dalam negeri," urai Hammam.
"Jadi ekosistem inovasi seperti itu harus diteruskan dan dikuatkan, kemudian inovasi teknologi untuk substitusi impor dan ketahanan nasional agar menjadi prioritas termasuk upaya mendorong tumbuhnya industri dalam negeri yang kuat, mulai dari hulu hingga ke hilir," demikian dijelaskan Kepala BPPT dalam kesempatan kunjungan tersebut.
Terbangunnya ekosistem riset, inovasi, dan teknologi sebagai model untuk mendapatkan solusi komprehensif dalam menghadapi pandemi, adalah suatu terobosan besar terkait dengan upaya penyelesaian masalah secara sistematik dan konstruktif. Model solusi dengan pendekatan ekosistem dalam menghadapi Covid-19 yang dikembangkan BPPT melalui TFRIC-19 ini, secara holistik dan paralel telah menginisiasi proses hilirisasi inovasi di berbagai bidang sekaligus.
Aspek __testing_ dan _tracing_ yang menjadi kunci dalam pengelolaan secara epidemiologi disikapi dengan mengembangkan paket lengkap pemeriksaan berbasis molekuler dan imunologi (serologi). Selain test kit Bio CoV-19 yang berbasis RT-PCR, TFRIC-19 juga menginisiasi produksi _rapid diagnostic test_(RDT) berbasis antibodi, RI-GHA, yang dikembangkan oleh UGM, Unair, dan Hepatica Mataram.
Kini RDT tersebut sedang memasuki fase produksi massal dengan bantuan salah satu industri kesehatan nasional. Masih di aspek _testing& tracing_, TFRIC-19 juga tengah mengembangkan metoda diagnostik imunologi garda depan, yaitu _microchip SPR_ (surface plasmon resonance) yang dikerjakan oleh para peneliti dari ITB dan Unpad. Juga satu lagi varian RDT dengan pilihan antigen target yang berbeda, tengah dikembangkan di ITB, sebagai pelengkap diagnostik yang tak kalah pentingnya. (HUMAS/HMP/ED)