Berpikir Positif dan Aksi Nyata Hadapi Kehidupan di Tengah Pandemi
Pandemi COVID-19 berdampak terhadap kehidupan masyarakat. Masyarakat merasakan dampak kompleks pandemi tak hanya di sektor ekonomi tetapi sosial dan budaya. Pada saat ini, masyarakat dapat menumbuhkan dalam dirinya berpikir positif dan aksi nyata terhadap kebiasaan baru.
Motivator Merry Riana menyampaikan bahwa berpikir positif dan aksi nyata dibutuhkan dalam menghadapi kebiasaan baru. Pertama, ia mengakui bahwa berpikir positif saja tidak cukup berhasil untuk beradaptasi pada tatanan baru ini.
“Walaupun sebenarnya saya seorang percaya pada personal development, dan saya selalu percaya bahwa kita harus berpikir positif, merasakan hal yang positif, tetapi kadang berpikir positif itu juga ada tempatnya dan ada batasnya,” ujar Merry di Media Center Gugus Tugas Nasional di Jakarta, pada Selasa (16/6).
Ia menganalogikan seorang perempuan yang terpaksa pulang tengah malam. Ketika perempuan akan melewati sebuah gang kecil tampak dua orang dengan memegang golok. Gang tersebut gelap tanpa diterangi lampu.
“Saya tanya, apakah Anda masih berpikir positif, dan merasa tenang bahwa tidak terjadi apa-apa. Apakah anda tetap akan melakukan hal seperti itu? Mungkin anda akan berpikir, ada jalan lain,” ucapnya.
Ia menambahkan apabila gang ini gelap, mungkin ada jalan lain yang lebih terang.
“Mungkin ada jalan lain yang harus memutar lebih jauh tapi lebih aman. Anda tidak mau mengambil risiko,” lanjut Merry.
Analogi ini juga perlu diterapkan dalam menghadapi situasi di tengah pandemi. Merry melanjutkan bahwa sekarang ini masyarakat berbicara masa transisi, seperti pembukaan mal dan kantor di Jakarta, dan beberapa tempat yang kembali buka sejak 15 Juni.
Menurut Merry, masa transisi dengan dibukanya kembali tempat-tempat itu sebagai kabar baik. Namun, ia mengingatkan bahwa mal dan kantor yang mulai beroperasi itu kembali beroperasi bukan karena pandemi sudah berhasil dilawan.
“Bukan. Tapi karena roda ekonomi dan roda kehidupan harus terus berjalan. Ingat ya, bukan berarti kita sudah menang melawan pandemi,” pesannya.
Ia mengatakan bahwa perjuangan tetap berjalan dan tetap waspada, hati-hati dan disiplin. “Positive thinking boleh, harus malah, tapi dengan takaran yang benar. Jangan berpikir tenang aja nggak bakalan sakit. Tenang aja, kan positive thinking nggak bakal tertular kok. Yakin deh,” ucapnya.
Namun ia menegaskan bahwa tidak boleh seperti itu. Masyarakat tetap harus mengikuti protokol kesehatan yang sudah diberlakukan.
“Ingat lebih baik mencegah daripada mengobati. Walaupun mungkin sekarang the new normal can be better normal. Walaupun mungkin kesannya ribet, banyak sekali yang harus dilakukan tapi itu untuk kebaikan kita semua,” lanjutnya.
Merry mengilustrasikan ketika kita berada di luar rumah. Perlengkapan untuk menjaga diri penting untuk dibawa, seperti hand sanitizer, disinfektan, atau perilaku di ruang publik dengan mengantri dan menjaga jarak dengan yang lainnya.
“Saya selalu bilang lebih baik ‘parno’ daripada sembrono. Lebih baik saya jadi orang yang parno daripada saya jadi orang yang sembrono yang nantinya justru membahayakan orang-orang di sekitar saya,” katanya.
Ia berharap masyarakat tetap harus berpikir positif dan tetap harus waspada (kritis). Nah itu yang pertama. Kedua, positive thinking saja tidak cukup dalam menata kebiasaan baru ini. Masyarakat juga perlu melakukan aksi nyata.
“Nah, ini yang orang salah kaprah. Banyak orang berpikir, kami juga sudah berpikir positif loh. Tapi kok hidup saya nggak sukses, terus pikir doang atau dilakukan atau enggak?,” ujarnya.
Merry mengingatkan apabila kita hanya berhenti pada berpikir tanpa ada aksi, hidup tidak akan bisa sukses.
“Kamu harus melakukan apa yang ingin kamu lakukan. Kamu harus mendisiplinkan diri untuk tetap mengerjakan apa yang harus kami kerjakan. Ingat, positive thinking hanya berhasil jika dibarengi dengan positive action,” pesannya.