Situasi Darurat Covid-19, Perlu Kajian Akademis Payung Hukum
Situasi Darurat Covid-19, Perlu Kajian Akademis Payung Hukum Peradilan Online
Dr. Yenti Garnasih, S.H., M.H. Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan
UNPAK – Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) menyoroti perlunya kajian akademis terkait payung hukum dalam penyelenggaraan atau proses peradilan pidana online.
Sepain itu memberikan berbagai masukan berharga dalam penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan RUU KUHAP yang saat ini tengah dalam proses pembahasan
Demikian disampaikan Ketua Umum MAHUPIKI, DR. Yenti Garnasih SH, MH dalam acara Halal Bihalal sekaligus dialog antar Pengurus dan anggota secara virtual melalui Zoom Meeting yang dibuka oleh Yenti Garnasih dan diikuti oleh para pengurus pusat dan anggota yang tersebar di seluruh Indonesia.
Yenti Garnasih mengatakan, sebagai organisasi profesi yang berkomitmen dalam bidang kajian dan penegakkan hukum pidana di Indonesia, pihaknya berharap MAHUPIKI bisa semakin maju dan terus berkarya untuk kemajuan bangsa.
Tidak hanya dengan terus melaksanakan kajian dan pengembangan dari sisi ilmu (akademik), namun juga memberikan sosialisasi dan masukan yang bermanfaat bagi penanganan dan upaya penegakkan hukum pidana dan kriminologi di Indonesia.
“Diantaranya dengan memberikan berbagai masukan berharga dalam penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan RUU KUHAP yang saat ini tengah dalam proses pembahasan,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, para akademisi yang masuk dalam tim perumus RKUHP semuanya adalah anggota MAHUPIKI.
Pakar Hukum TPPU yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor ini menambahkan, sebagai organisasi profesi yang mewadahi para pakar dan praktisi hukum pidana, MAHUPIKI berkewajiban untuk ikut mengawasi proses serta berjalannya penegakkan hukum pidana dan sistem peradilan pidana yang baik.
Menurut Yenti, tantangan dalam sistem penegakkan hukum dan peradilan pidana di Indonesia saat ini cukup berat. Terutama dalam kasus hukum yang terkait dengan upaya pemberantasan korupsi dan TPPU, narkotika, kejahatan perbankan serta pelecehan sexual pada anak-anak. Kasus lainnya adalah kejahatan yang memanfaatkan dan menggunakan teknologi internet atau cyber crime, serta penyebaran hoax yang sangat masif.
Di sisi lain, Yenti juga menyoroti perlunya kajian akademis terkait payung hukum dalam penyelenggaraan atau proses peradilan pidana online. Dimana dalam situasi pandemi saat ini belum dimungkinkan menggelar peradilan secara offline.
Untuk menyikapi berbagai tantangan ini, ke depan pihaknya sudah mempersiapkan berbagai agenda untuk peningkatan kapasitas dan kompetensi para anggota, diantaranya dengan berbagai pelatihan dan up grading untuk para dosen pidana dan mengembangkan jurnal ilmiah terkait bidang ilmu hukum pidana dan kriminologi.
Sementara itu Ketua Dewan Penasehat MAHUPIKI, Profesor DR. Harkristuti Harkrisnowo menyatakan sebagai organisasi profesi yang sudah lama berdiri MAHUPIKI memiliki tugas dan tanggungjawab yang tidak ringan.
Mantan dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) kementrian hukum dan HAM ini menyampaikan perlunya para insan hukum untuk lebih memperhatikan penanganan berbagai kasus pidana yang terjadi di Indonesia. Termasuk berbagai tindak pidana yang terjadi dalam kondisi darurat COVID-19 yang perlu mendapat perhatian khusus.
Ke depan, lanjutnya, MAHUPIKI harus bisa menyusun “policy brief” terkait penanganan kasus-kasus pidana kepada pemerintah. Khususnya bagi lembaga-lembaga dan aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan agung maupun lembaga peradilan
“Policy Brief menjadi salah satu upaya organisasi untuk membantu penegakkan hukum pidana yang tegas dan berkeadilan,” ujarnya.
Salah satu program yang disiapkan adalah Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Hukum Pidana bagi para praktisi dan insan hukum pidana di tanah air. Mengingat masih dalam kondisi pandemi, program yang disiapkan oleh Divisi Pendidikan dan Pelatihan MAHUPIKI ini akan digelar secara online (daring).
Program lainnya adalah penyelenggaraan berbagai Webinar Nasional dan bedah buku, serta kajian-kajian akademis terkait hukum pidana.
Selama satu terakhir MAHUPIKI telah menggelar sedikitnya 10 Webinar, 5 diantaranya seri Webinar, yang mengangkat berbagai tema. Mulai dari street crimes, TPPU dan Pemberantasan korupsi, hingga webinar yang mengulas dan mengkaji Sistem Peradilan Pidana di masa Pandemi.
Di sisi lain MAHUPIKI juga terus mengembangkan dan mempererat hubungan dan kerjasama dengan berbagai lembaga terkait. Salah satunya bersama Kejagung MAHUPIKI ikut membantu dalam merumuskan RUU Kejaksaan.
Di sisi sosial kemasyarakatan, organisasi profesi ini juga telah menggelar berbagai program sosial. Diantaranya dengan membagikan 1000 sembako bagi masyarakat yang terdampak pandemi COVID-19.
MAHUPIKI merupakan organisasi profesi yang menjadi wadah para pakar serta praktisi hukum pidana dan kriminologi di Indonesia.
Saat ini sedikitnya ada sekitar 500 anggota yang tergabung dalam organisasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Dibentuk pada tahun 1983 MAHUPIKI diketuai pertama kali oleh Profesor Muladi, mantan Menteri Hukum dan HAM RI, dan Profesor Romli Atmasasmita sebagai ketua umum di periode berikutnya.(MA).