UNPAK — Era globalisasi yang melanda dunia dewasa ini telah menyebabkan perubahan dalam seluruh sendi kehidupan manusia, terutama Indonesia yang termasuk negara berkembang.
Sebagai akibat dari gelombang globalisasi yang melanda dunia saat ini ialah perubahan tata nilai dalam kehidupan masyarakat yang menimbulkan berbagai problematika sehingga perlu diatur oleh aturan hukum sebagai law making dan perlu adanya penegakan hukum sebagai law enforcement. Hal ini penting untuk dilaksanakan, karena perubahan tata nilai akan terus terjadi dan merupakan suatu realitas yang tidak dapat dipungkiri.
Pertumbuhan aktivitas ekonomi masyarakat di berbagai bidang telah mendorong tumbuhnya sektor jasa keuangan yang begitu pesat, baik dari segi kuantitas pelaku usahanya maupun jenis layanan yang ditawarkannya, seperti layanan jasa perbankan, jasa asuransi, jasa pembiayaan konsumen, dan berbagai jenis layanan jasa keuangan lain seperti jual beli valuta asing, penukaran uang, dan lain-lain.
Regulasi dan kebijakan pemerintah di bidang jasa keuangan pun berjalan dinamis seiring perubahan dan perkembangan yang ada di masyarakat, bahkan cenderung mempermudah pertumbuhannya.
Kondisi tersebut pada satu pihak sangat bermanfaat bagi kepentingan konsumen karena kebutuhan yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis kualitas sektor jasa keuangan yang ditawarkan.
Di sisi lain, fenomena dan keadaan tersebut dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) dan konsumen menjadi tidak seimbang. Dimana konsumen hanya dijadikan objek aktivitas bisnis dari PUJK untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya melalui kiat iklan, promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian baku (perjanjian standar) yang merugikan konsumen.
Konsumen dengan kesadaran akan hak dan kewajibannya yang rendah karena kurangnya pendidikan konsumen, menjadi titik masuk dari perangkap yang ditebarkan PUJK.
Dalam situasi dan kondisi yang demikian dapat diketahui bahwa penggunaan perjanjian standar dalam transaksi bisnis dapat menimbulkan ketidakseimbangan antara PUJK dan konsumen, sehingga diperlukan landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan masyarakat untuk melakukan upaya perlindungan dan pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.
Berdasarkan kondisi tersebut diperlukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembentukan peraturan perundang-undangan yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara integratif dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat.
Piranti hukum tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru untuk mendorong iklim berusaha yang sehat dan lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui pelayanan dan penyediaan barang atau jasa yang berkualitas. Sikap keberpihakan kepada konsumen itu juga dimaksudkan sebagai wujud kepedulian yang tinggi terhadap konsumen (wise consumerism).
Dalam rangka perlindungan konsumen sektor jasa keuangan, saat ini telah terbit Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 sebagaimana telah diganti dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 61/POJK.07/2020 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan.
Adanya berbagai peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen yang diharapkan terjalinnya hubungan yang lebih harmonis antara konsumen dan PUJK, serta adanya berbagai cara penyelesaian sengketa konsumen, seharusnya sudah dapat memberikan perlindungan hukum bagi konsumen secara berkeadilan hukum (das sollen), tetapi dalam kenyataannya posisi tawar (bargaining position) konsumen sangatlah lemah dibanding dengan PUJK, sehingga masih ada konsumen sektor jasa keuangan yang dirugikan oleh PUJK (das sein).
"Jadilah konsumen yang cerdas, artinya konsumen yang memahami hak-haknya apabila dirugikan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan dapat menggugat baik secara litigasi (pengadilan) maupun secara nonlitigasi (di luar pengadilan). Kemudian jadilah pelaku usaha yang bertanggung jawab, artinya pelaku usaha yang dapat menerima komplain dari konsumen".
Agus Satory (Ketua Pusat Unggulan Perlindungan Konsumen FH Universitas Pakuan)