UNPAK – Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor, Yenti Garnasih meminta penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung berhati-hati menangani dugaan korupsi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (persero).
Pasalnya, penyidikan terhadap tindak kejahatan ekonomi membutuhkan ketelitian karena sangat matematis.
Hal tersebut diperlukan untuk menghindari perampasan aset yang menimbulkan kegaduhan seperti yang terjadi dalam perkara megakorupsi Asuransi Jiwasraya.
Kasus tersebut diketahui membuat pihak ketiga seperti nasabah WanaArtha protes karena dananya ikut dirampas.
"Harus sangat teliti. Apalagi kejahatan ekonomi, berarti harus matetamits banget, karena berkaitan dengan angka. Jadi kerugiannya berapa, uangnya ke mana, harus benar," ujar Yenti saat dihubungi Media Indonesia, Selasa (2/1).
Selain itu, ia menjelaskan gugatan para nasabah WanaArtha dari kasus Jiwasraya telah menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi di Indonesia. Hal tersebut juga dinilai membahayakan sektor ekonomi karena bisa mengendurkan masyarakat bertransaksi saham.
"Jadi penegak hukum memang diharapkan kerja berat, terutama untuk kejahatan ekonomi. Harus memperhatikan dinamika ekonomi, nggak boleh sembarangan. Jangan sampai penegakan hukum ekonomi justru malah berdampak buruk pada perekonomian," kata Yenti.
Kendati demikian, Yenti menyoalkan pihak Kejaksaan yang belum menjerat kedelapan tersangka dalam kasus ASABRI dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Padahal, Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokrosaputro dan Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat--yang saat ini menjadi tersangka di ASABRI--dijerat dengan TPPU saat menjadi terdakwa dalam perkara Jiwasraya.
Padahal, kasus ASABRI disinyalir terkuak saat penyidik menelusuri aliran transaksi dari para tersangka saat penyidikan Jiwasraya. Ia mengingatkan penyidik, hanya karena telah melakukan perampasan melalui TPPU di Jiwasraya, bukan berarti penyidik tidak bisa menjerat Benny dan Heru dengan TPPU di ASABRI.
"Penelusuran menggunakan TPPU di ASABRI dan Jiwasraya harus beda, karena ini berbeda kepemilikan," tandasnya.
Selain Benny dan Heru, Kejagung juga telah menetapkan dua mantan Direktur Utama ASABRI sebagai tersangka. Keduanya adalah Mayjen (Purn) Adam Rachmat Damiri dan Letjen (Purn) Sonny Widjaya.
Empat tersangka lainnya adalah Direktur Utama PT Prima Jaringan Lukman Purnomosidi, mantan Direktur Keuangan ASABRI Bachtiar Effendi, mantan Direktur ASABRI Hari Setiono, dan mantan Kepala Divisi Investasi ASABRI Ilham W Siregar.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Leonard juga menyebut berdasarkan hasil perhitungan sementara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian keuangan negara dalam kasus itu mencapai Rp23,739 triliun. Angka tersebut lebih besar ketimbang kerugian negara dalam skandal kasus Jiwasraya, yaitu Rp16,807 triliun.
*Artikel ini telah tayang di situs fhukum.unpak.ac.id