Dekan FE Unpak Soal Defisit dalam KUA-PPAS 2021 Kabupaten Bogor
Dekan FE Unpak Bogor, Dr Hendro Sasongko
CIBINONG – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor menyampaikan Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) – Prioritas Dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp7,6 triliun persisnya Rp7.631.542.515.139.
KUA-PPAS 2021 ini disampaikan oleh Wakil Bupati Bogor Iwan Setiawan dalam Sidang Paripurna DPRD, di Gedung DPRD Kabupaten Bogor, Cibinong, Rabu (30/9/2020).
Dalam KUA-PPAS Pemkab Bogor menarget pendapatan sebesar Rp5,9 triliun atau persisnya Rp5.975.657.196.468. Terdapat defisit belanja sebesar Rp1,6 triliun atau persisnya Rp1,655.885.318.671.
Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pakuan (FE Unpak) Bogor Dr Hendro Sasongko memberikan analisa terkait defisit dan penggunaan belanja modal.
“Mohon dipahami, bahwa kebijakan defisit anggaran itu umum terjadi di banyak negara, karena pada hakekatnya, anggaran adalah alat untuk mencapai visi, misi dan tujuan pemerintahan suatu negara, yaitu mensejahterakan rakyatnya,” kata Dr Hendro kepada BOGOR-KITA.com, Jumat (2/10/2020).
Yang penting, kata Hendro, adalah, bagaimana mengendalikan anggaran tersebut, bagaimana kebijakan defisit tersebut dilaksanakan secara efektif, termasuk penetapan ambang batas (threshold) defisit, rencana penggunaan dan sumber pembiayaan defisitnya, dengan kata lain, bagaimana menjaga kesinambungan fiskal.
Sumber pembiayaan defisit, dapat berupa Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA), penggunaan Cadangan, penerimaan pinjaman (penerbitan Surat Utang), hasil penjualan aset dan penerimaan tagihan (piutang).
Oleh sebab itu, jika Pemerintah Kabupaten Bogor menetapkan kebijakan defisit anggaran, tentu yang harus disepakati adalah sumber pembiayaan defisit APBD dan tujuan penggunaan anggaran itu sendiri.
Prinsipnya harus jelas, bahwa penggunaan anggaran pada masa pandemi covid-19 ini harus diarahkan dalam rangka pemulihan ekonomi serta pelayanan kesehatan dan sosial.
Pemkab Bogor sudah menetapkan 12 program kebijakan pemulihan ekonomi dan 5 fokus utama prioritas pembangunan daerah dalam rangka pemulihan ekonomi daerah dan pelayanan sosial. Yang perlu dicermati adalah, bagaimana kapasitas dan kesinambungan fiskal daerah.
Dari angka-angka yang disampaikan pada saat pengajuan KUA-PPAS 2021, tampak bahwa defisitnya cukup “dalam” jika dibandingkan dengan postur outlook APBD 2021, yaitu sekitar 22% dari target pendapatan daerah.
Namun dibandingkan dengan PDRB Kabupaten Bogor, defisitnya masih di kisaran 1%. Oleh sebab itu penting sekali bagi Pemkab Bogor untuk menetapkan postur pembiayaan defisit dan seminimal mungkin menggunakan skema yang berpotensi menimbulkan risiko fiskal seperti pinjaman.
Pemanfaatan SiLPA dan Cadangan, tentu jadi pilihan utama, selanjutnya perlu dikaji potensi penerimaan tagihan (piutang), termasuk tagihan pajak, walaupun Pemkab juga harus bijak dalam implementasinya sehubungan dampak pandemi covid-19 terhadap hampir seluruh sektor usaha.
Opsi pelepasan aset juga memungkinkan, khususnya untuk aset aset daerah yang tidak bersifat strategis dan tidak memberi manfaat.
Sebaliknya bisa dipertimbangkan skema pemberdayaan aset daerah melalui kemitraan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip resillience dan sovereignty.
Di sisi belanja, tentu program efisiensi harus menjadi perhatian utama, apalagi melihat masih tingginya kontribusi belanja operasional.
“Namun dengan melihat program prioritas pemulihan ekonomi daerah, tentu wajar jika diakomodasi anggaran untuk pelayanan sosial dan kesehatan.
Pada akhirnya, belanja modal, khususnya investasi, harus difokuskan pada sektor sektor yang berpotensi menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi daerah,” tutup Hendro. [] Hari