Dunia virtual menjadi “kenyataan” baru yang harus dieksplorasi karena begitu luas dan dinamis.
Agnes Setyowati
UNPAK - Virus Corona yang sedang menjadi pandemik di dunia membuat masyarakat dipaksa untuk berpikir keras mengatasinya.
Data sampai dengan 28 maret 2020, penyebaran virus ini sudah mencapai 200 negara dengan jumlah kasus sebanyak 593.656. Sebanyak 132.526 kasus sembuh dan 27.215 meninggal.
Data yang sama untuk Indonesia, sampai hari yang sama tercatat ada 1.155 kasus, 994 dirawat, 102 meninggal, dan 59 sembuh.
Melihat uraian di atas, diprediksi jumlah kasus akan terus bertambah. Penyebabnya tidak tunggal: kurangnya antisipasi pemerintah, kesiapan penanganan medis, dan interaksi antar-manusia yang sulit dikendalikan.
Menurut prediksi ilmuwan Matematika Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Sutanto Sastraredja puncak infeksi virus akan terjadi pada Mei 2020 dan harus dihentikan pada hari keseratus yaitu 10 Juni 2020.
Jika tidak, dampak pandemi ini akan meruntuhkan sendi-sendi perekonomian Indonesia.
Revolusi virtual
Kebijakan bekerja di rumah, belajar di rumah, dan beribadah dari rumah adalah upaya memutus rantai virus Corona yang membuat kita harus berhadapan dengan realitas baru, dunia virtual.
Internet dipandang sebagai dunia dalam bentuk yang lain, yaitu dunia maya. Segala aspek kehidupan dunia nyata ada di dalamnya, seperti dunia bisnis, politik, ekonomi, dan sebagainya.
Kehadiran Internet saat ini menjadi ruang budaya baru. Virus Corona seakan menjadi penentu “revolusi” budaya di masyarakat. Teknologi begitu cepat dan begitu besar mempengaruhi peradaban umat manusia.
Dalam kondisi ini perkembangan teknologi informasi telah mengubah bentuk masyarakat manusia dari masyarakat dunia lokal menjadi masyarakat dunia global, dunia yang sangat transparan terhadap perkembangan informasi.
Kini, kita begitu intens menggunakan teknologi informasi dalam berbagai kegiatan kita sehari-hari.
Lebih jauh lagi, dalam beribadah pun ada perubahan yang mau tidak mau dilakukan untuk keselamatan umat manusia.
Beribadah di rumah, sendiri, ataupun ibadah bersama secara online, menjadi hal yang harus dilakukan, bahkan pengajian virtual berbasis Internet pun mulai diminati umat ketimbang harus ikut pengajian umum berlama-lama.
Demikian pula dengan khotbah pendeta yang ditayangkan secara online menjadi satu-satunya pilihan yang harus dilakukan.
Ruang virtual yang tercipta selama masa “karantina” menimbulkan asumsi baru bahwa usai peristiwa ini kita akan sulit melepaskan diri dari dunia virtual ini.
Komunikasi dan penyebaran informasi ternyata dirasakan begitu mudah dan cepat di antara rekan kerja, keluarga, dosen, maupun mahasiswa dengan akses tak terbatas oleh ruang dan waktu.
Budaya baru
Dalam kondisi saat ini kita seolah baru menyadari bahwa Internet menyediakan segalanya, hiburan, berita, serta bisa juga mengakses siaran radio, televisi, maupun koran secara online.
Efek merebaknya Virus Corona langsung atau tidak langsung menimbulkan gonjang ganjing struktur sosial, ekonomi, politik maupun budaya.
Hubungan antar-manusia diperkirakan akan berubah signifikan setelah peristiwa ini.
Era revolusi industri 4.0 membawa manusia berinteraksi secara virtual, tak terbatas ruang dan waktu. Pandemik ini kemudian membuktikan bahwa kita sungguh bisa terhubung tanpa harus datang ke kantor.
Prinsip-prinsip dasar pemasaran yang sudah dipakai selama puluhan tahun mulai runtuh.
Ekonomi baru bermunculan. Banyak bisnis dan usaha rontok karena manajemennya gagal bertransformasi atau memang sudah kehilangan pasar.
Namun demikian, di sisi lain ruang virtual menumbuhkembangkan coworking space, tempat berkolaborasi bagi berbagai startup, pemain di industri kreatif, freelancer, komunitas, entrepreneur, hingga mahasiswa.
Batas-batas kebudayaan masa lalu kini seakan telah diruntuhkan oleh kemajuan teknologi. Kita hidup di dalam dunia yang telah kehilangan batas namun justru mempersempit ruang untuk berinteraksi secara fisik, begitu Yasraf Amir Piliang pernah menuliskanya dalam Buku Dunia yang Dilipat.
Pertumbuhan ekonomi disadari akan terus mengalami perkembangan dengan peralihan ke teknologi baru.
Bisnis online akan menjadi pilihan dalam teknologi virtual. Usaha lebih mudah dikelola di era Internet.
Perubahan cepat dan hal-hal yang tak terbayangkan di masa silam kini terjadi.
Kita sedang bergerak ke arah virtual, mengurangi interaksi sosial di ruang nyata.
Kita yang tadinya kurang mengenal belajar daring (dalam jaringan) atau home schooling, kini terpaksa melakukannya, dan mungkin banyak yang menikmatinya.
Perubahan pola interaksi itu akan jadi gelombang perubahan besar yang sudah dibawa oleh Internet dalam tahun-tahun terakhir.
Pernahkah kita membayangkan bahwa kita sedang memasuki revolusi baru yang penyebabnya adalah Virus Corona?
Sektor potensial yang akan terganggu dengan adanya pandemik ini di antaranya sekolah, universitas, badan usaha, dan banyak lagi sektor lainnya. Bukan tidak mungkin sektor-sektor ini ke depannya akan menguatkan pendekatan online daripada offline.
Perubahan budaya yang menghasilkan masyarakat baru telah terjadi dan terus bergerak. Saat inilah kita merasakan dan mengalami lompatan teknologi yang luar biasa. Semua kegiatan belajar dan bekerja dilakukan di rumah, seperti tutorial, menulis laporan kerja, menggunggah video dilakukan secara virtual.
Smartphone, personal computer, console, maupun virtual reality menjadi alat dan jembatan dunia faktual ke dunia virtual. Alat ini pula yang memiliki pengaruh besar akan terbentuknya budaya baru yaitu budaya virtual.
Cyberspace secara bertahap mempengaruhi manusia, melalui peralatan yang mudah dioperasikan, komunikasi yang menipiskan jarak antara kata konkret dan virtual.
Pandemik virus Corona memaksa dan menuntut sesuatu yang baru harus diikuti dan tidak bisa dihindari.
Dunia virtual menjadi “kenyataan” baru yang harus dieksplorasi karena begitu luas dan dinamis.
Prediksi yang menyebutkan bahwa kita akan menjadi masyarakat digital sudah di depan mata, dipercepat dengan kehadiran virus Corona.
Kita mungkin benar-benar akan melihat Indonesia sebagai masyarakat yang melek digital yang akan mengubah banyak sektor dalam kehidupan ke arah yang lebih maju.
Penulis: Agnes Setyowati Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Pakuan