Banjir, Jika Sudah Terjadi, Apa yang Bisa Kita Lakukan ?
Ilustrasi: Situasi keadaan banjir setelah surut membuat lingkungan disekitarnya menjadi kotor
Edukasi terhadap perilaku bersih dan sehat harus terus dilakukan agar menjadi budaya.
Agnes Setyowati
UNPAK - Fenomena banjir terjadi karena penampung air seperti sungai, tanah, atau bendungan/waduk tidak lagi mampu menampung air yang datang karena naiknya volume air yang biasanya disebabkan oleh fenomena alam seperti hujan lebat dalam durasi waktu yang panjang.
Sebagai akibatnya, dapat terjadi ketidakseimbangan atau perbedaan debit air yang datang dari curahan hujan dan tidak tersalurkan sehingga air meluap dan terjadilah banjir.
Penyebab terjadinya banjir selain curah hujan juga karena budaya menjaga lingkungan belum melekat dalam masyarakat karena masih banyak di antara kita yang kurang peduli terhadap kondisi lingkungan.
Jadi, kita bisa mengatakan penyebab banjir bukan semata-mata alam tetapi budaya kita yang belum peduli terhadap lingkungan dan kebersihan, dengan membuang sampah sembarangan; pembangunan yang mengabaikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); hilangnya resapan air karena ruang terbuka hijau sudah menyusut, penebangan pohon, fungsi sungai yang dipakai tidak semestinya, dan lain-lain.
Banjir awal tahun 2020
Awal tahun 2020 kita disuguhi berbagai berita tentang banjir yang melanda kawasan Jabodetabek, Banten, dan kawasan lain di Indonesia yang cukup memprihatinkan.
Banyak warga terdampak banjir tidak bisa tinggal di rumah karena kondisi tidak memungkinkan dan harus mengungsi ke posko-posko yang disiapkan oleh pemerintah maupun masyarakat.
Sebagai contoh, posko banjir Jakarta saat ini mencatat jumlah pengungsi banjir di seluruh wilayah DKI Jakarta saja mencapai angka 31.000 orang, yang tersebar di beberapa pengungsian di lima wilayah Jakarta.
Setelah banjir terjadi, dan berada di pengungsian, kita perlu memperhatikan berbagai hal, yang utama adalah lokasi yang dijadikan tempat pengungsian harus disediakan dapur umum yang menyiapkan makanan bayi dan anak sesuai usia, dewasa, dan lansia, pos kesehatan, air bersih, alas tidur, seimut, pakaian, pembalut, toilet umum dan semua kebutuhan dasar lainnya sesuai dengan rentang usia.
Hal lain yang perlu diperhatikan saat berada di pengungsian yaitu, tetap berperilaku hidup bersih dan sehat, di antaranya dengan mencuci tangan pakai air bersih dan sabun sebelum makan, sebelum mengolah makanan, setelah BAB, setelah menceboki anak, setelah memegang lingkungan yang kotor dan aktivitas lainnya.
Tidak kalah penting, setiap individu wajib menjaga kebersihan diri dengan menggunakan air bersih, mengkonsumsi air yang sudah dimasak, buang air besar di jamban, menyiram dan menjaga kebersihan lingkungannya.
Di tengah pengungsian diperlukan adanya pengelolaan sampah dengan benar, pengungsi harus membuang sampah pada tempatnya, dan mengumpulkan pada wadah besar, menjaga sanitasi tempat pengungsian, dan lingkungan sekitarnya.
Bagi ibu menyusui, harus tetap memberikan ASI saja pada bayi di bawah 6 bulan, dan pemberian makanan bayi dan anak sesuai usia harus dipenuhi.
Di tengah banjir melanda maupun saat berada di pengungsian setiap orang harus menjaga keamanan diri dari bahaya listrik, arus banjir, dan kecelakaan lainnya.
Masyarakat terdampak banjir juga diharapkan tidak ragu meminta bantuan kepada pihak-pihak yang bisa menolong, seperti rt/rw, lurah, camat. petugas puskesmas, rumah sakit, PLN, polisi, BNPB, dan lainya.
Masyarakat hendaknya terbiasa menyimpan nomor telepon penting seperti instansi pemerintah, rt/rw, Puskesmas, Rumah Sakit terdekat, kepolisian, dan lain-lain, sehingga mudah menghubungi pihak terkait jika membutuhkan pertolongan.
Pertolongan/evakuasi dan tempat pengungsian, diutamakan mendahulukan bayi, anak, ibu hamil, dan lansia.
Masyarakat terdampak banjir juga perlu memperhatikan instruksi pemerintah setempat dalam segala upayanya menangani bencana.
Dalam kondisi berada di pengungsian diperlukan kesadaran dari setiap individu untuk saling menghormati antarpengungsi, bekerja sama, dan bergotong-royong.
Mereka juga diharapkan bisa menjaga ketertiban bersama dengan menjaga kebersihan, menghemat air bersih, apabila sakit, segera berobat ke posko kesehatan atau puskesmas terdekat, dan saling menguatkan.
Untuk mengisi waktu-waktu di pengungsian, masyarakat pengungsi diharapkan bisa melakukan aktivitas yang berguna, misalnya bermain bersama, berdiskusi hal positif, berbagi cerita, dan lain sebagainya.
Satu hal penting lainnya yang sangat diperlukan dalam penanganan bencana, selain kondisi yang diuraikan di atas, juga bantuan terkait aspek psikologis mereka yang terdampak banjir, yang berada di pengungsian.
Di antara mereka dipastikan ada yang memerlukan bantuan dalam mengurangi stress atau trauma yang disebabkan oleh banjir.
Masyarakat yang terkena dampak bencana akan mengalami berbagai reaksi awal baik fisik, psikologis , emosional, maupun perilaku yang dapat mengganggu psikologis dan untuk mengatasinya dibutuhkan orang-orang yang ahli mengatasi persoalan ini (psikolog) selama atau segera setelah bencana banjir terjadi.
Setelah banjir mereda, ada sejumlah pekerjaan rumah menanti dalam persiapan kembali dari pengungsian.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat kembali ke rumah, yang pertama adalah membersihkan rumah, semua dinding, dan lantai menggunakan desinfektan sesuai dengan aturan dan membersihkannya harus menggunakan alas kaki dan sarung tangan.
Berbagai penyakit pun menjadi ancaman saat dan pascabanjir, oleh karena itu harus waspada terhadap berbagai ancaman penyakit, seperti diare, penyakit kulit, leptospirosis, demam tifoid/tipus, demam berdarah dan lain-lain.
Edukasi membudayakan perilaku
Edukasi terhadap perilaku bersih dan sehat harus terus dilakukan agar menjadi budaya.
Budaya sebagai suatu tata cara hidup yang berlangsung secara turun temurun, dan bukan sesuatu yang dibawa individu sebagai bagian dari sifat biologisnya, dibentuk melalui proses dan tempaan dalam sistem sosial.
Budaya yang tercermin dalam karakter juga dibentuk melalui edukasi atau pendidikan, dalam berbagai jalur, mulai dari pendidikan di keluarga, di sekolah, di tempat kerja, dan dalam interaksi bermasyarakat.
Sejak di rumah anak-anak sudah dididik untuk menjaga kebersihan, peduli terhadap lingkungan, menjaga tata krama, dan disiplin, juga di sekolah semestinya dididik dengan prinsip yang sama, demikian pula di tengah masyarakat, segala bentuk aturan diberlakukan tanpa pandang bulu, sehingga semua kebiasaan tersebut menjadi budaya yang melekat.
Kepedulian terhadap lingkungan, bisa diimplementasikan dengan budaya memilah dan membuang sampah pada tempatnya, tidak menebang pohon sembarangan, mengurangi limbah plastik, tidak menciptakan polusi udara dan lain sebagainya.
Edukasi tentang budaya peduli lingkungan sebagai solusi pencegahan banjir bisa dilakukan oleh siapa saja, seperti anggota keluarga, masyarakat sekolah dari tingkat pendidikan PAUD sampai perguruan tinggi seperti kepala sekolah, guru, siswa, penjaga sekolah, dan lain-lain, juga masyakarat perguruan tinggi, seperti dosen, mahasiswa, dan petugas kebersihan, tokoh agama, kyai dalam pengajian majlis taklim, pendeta dalam kotbah, guru Sekolah Minggu, Pendeta Hindu dalam Pasaran, Lembaga Swadaya Masyarakat, Ormas, ataupun CSR.
Dalam upaya edukasi ini diperlukan sinergi antarinstansi, baik pendidikan, pemerintah maupun masyarakat dengan menyusun berbagai program yang membudayakan kebersihan dan kelestarian lingkungan, juga pengolahan sampah yang baik.
Penulis: Agnes Setyowati Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Pakuan